Sabtu, 25 Juni 2011

~Unique School~ Chapter: 5

{Permintaan maaf sebesar-besarnya kalau cerita Chapter 4 terlalu singkat. Maklum, lagi mampet ide, sih. Semoga Chapter 5 bagus. Amieen ...}

"Nnnnggghhh ...!" perlahan kubuka kelopak mataku. Bau obat menyengat hidungku. Ini dimana ya? Dan aku lebih terkejut lagi saat melihat Zen tertidur di sofa ruanganku. Ku perhatikan sekeliling. Cat putih dan bau obat? Apa aku sedang berada di surga? Alaah ... ngelantur  nih! Rasa-rasanya aku merasa segar sekali sehabis bangun tidur. Dan ketika aku mencoba berdiri ... o'ow, sesuatu menahanku. Selang infus menancap di tangan kananku! Waah, berarti aku berada di rumah sakit. Padahal, aku kan belum pernah sakit (sampai hari kemarin).

"Eh, sudah bangun?" terdengar suara. Rupanya Zen. "Zen, kemarin aku sakit ya?" tanyaku langsung. "Iya. Kamu sakit, bahkan kamu sampai pingsan. Akhirnya kamu kubawa ke rumah sakit ini" cerita Zen santai. Wajahku langsung pucat. Aku segera melepas selang infus yang menancap di tanganku dan melompat dari tempat tidur. "Hei! Cepat kembali ke ranjangmu! Kamu itu masih sakit, tahu!" tegur Zen. Nah, itu masalahnya. "Kamu nggak akan mengerti. Aku harus cepat-cepat pulang ke rumahku" kataku. Zen memiringkan sedikit posisi kepalanya, lalu bertanya, "Kenapa?"

"Karena yang menjadi tulang punggung keluargaku adalah Ash, kakakku. Setiap hari dia bekerja tanpa mengenal lelah ... apa aku tega menambah beban penderitaannya untuk menanggung biaya perawatan rumah sakit-ku? Sudahlah. Orang kaya seperti kamu tidak akan pernah mengerti penderitaan orang-orang miskin seperti aku!" aku berusaha membuka pin-
tu, tapi tanganku ditarik kuat oleh Zen. Tenaga cowok ini benar-benar super sekali. "Tenang saja. Biaya perawatanmu biar aku yang menanggungnya. Lagipula, ini kan rumah sakitku, Rie" jelas Zen yang membuatku senang sekali. "Terima kasih banyak, Zen. Tapi, ini bukan hutang kan?" kataku memastikan. Zen mengedipkan mata jahil padaku. Karena terlalu senang, aku sampai memeluknya! Dengan wajah merah padam Zen melepaskan pelukanku. "Akh ... apaan sih? Meluk- meluk sembarangan aja kamu" sungut Zen.

"Hah? Adduh ... maaf. Aku nggak sengaja. Soalnya aku senang banget sih" kataku tanpa memperdulikan sungutan Zen. Tapi, wow ... benar-benar anak orang kaya! Rumah sakit berlantai tujuh ini punya keluarganya? Ya ampuunn! Andaikan  saja rumah sakit ini milikku dan Ash. Berapa ya penghasilan per bulannya? Wadduh! Kenapa aku memikirkan rumah sakit ini? Aku kembali memasang selang infus itu dan berbaring dengan manis di ranjang. "Kata ayahku, kamu sakit demam ... mungkin kamu harus dirawat selama dua sampai tiga hari. Kakakmu sudah kuberitahu lewat ponsel. Aku pergi beli minum dulu, ya" kata Zen lalu segera keluar dari kamar rawatku.

Sementara aku berdiam diri di ranjang saja, rasanya bosan. Maka dari itu (mumpung tidak ada Zen) aku bangkit berdiri dari tempat tidur dan membuka jendela. Angin langsung menyentuh pipiku. Aku pun jadi asyik melamun sembari disentuh oleh angin dan tak menyadari kalau Zen sudah berada di belakangku. "Hei ... siapa yang menyuruhmu membuka jendela? Bukankah kamu masih sakit?" terdengar suara. "Tidak ada yang menyuruhku. Tapi aku ingin. Kebetulan Zen tidak ad ..." kataku lalu berbalik badan. "ADAA ...?!" jeritku. Aku cepat-cepat menutup jendela dan tersenyum manis. Senyumanmu tidak mempan buatku!, batin Zen kesal. "Biar aku yang membantumu meminum obat" Zen melemparkan sebuah pil obat ke dalam mulutku. Dikira aku anjing apa?! Kemudian aku meneguk segelas air putih.

Setelah minum obat, rasanya aku mulai mengantuk. Apa itu efek dari obat itu, ya? Maaf ya Rie, aku terpaksa membuat kamu minum obat tidur supaya kamu bisa beristirahat, kata batin Zen. "Zen, aku mengantuk. Tidur dulu ya" dan aku pun segera menyelimuti tubuhku yang kedinginan dengan selimut tebal yang disediakan oleh rumah sakit. "Ya. Selamat tidur, Rie" ucap Zen pelan.

Apakah Rie akan mendekam lama di rumah sakit? Kejadian-kejadian apa yang akan dia lalui di rumah sakit super mewah milik keluarga Zen? Kelanjutannya berada di Chapter 6 ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar