---Di taman, 16.00 sore---
"Aah ... bosen nih. Mau ngapain ya?" kata Medina yang sedang duduk di ayunan. "Udah ah, ngapain aja juga boleh. Nggak ada yang ngelarang" jawabku. Yusifa hanya diam, dia sedang sibuk mendirikan istana pasir (emang di pantai?). Sementara Rezka dan Thara lagi makan es krim. JDUG! Tiba-tiba ada seseorang yang terjatuh dari langit. Aku langsung menghampiri orang nggak jelas itu. "Lho? Eeeh ... ini pasti makhluk spesies baru!" komentarku. "Tapi kok punya telinga? Idungnya lebih mancung daripada idungku! Pasti alien, tinggalin aja yuk!" ajak Thara karena kesal. "Ya deh, aku juga mau pulang. Yuk dah!" ketika hendak berjalan pulang, terdengar suara teriakan yang cemprengnya gak keruan, "Woooii! Enak aja! Bantuin kek ... udah menghina, ninggalin lagi!"
Kami berbalik. "Lho? Makhluk spesies baru ini bisa bicara? Gyaa ... serem amat!" kami berlima langsung bergegas lari, abis menakutkan banget sih. Makhluk aneh itu menahan kerah jacket Yusifa. "Jangan pergi! Liat baik-baik dong, manusia nih!" kata makhluk yang mengaku manusia itu. Ah, sebenernya aku gak percaya. "Eh kau, makhluk tak jelas, jangan coba-coba boongin Yusifa yang rajanya boong ya!" kata Medina. "Iiih ... woy! Orang nih, manusia" makhluk itu tampaknya mulai kesal karena tidak dianggap manusia.
"Eh, kalo dia makhluk luar angkasa kayak alien kepala botak, masa' namanya Bagas?" bisikku di telinga Yusifa sama Thara kemudian Thara membisikkannya pada Rezka dan Medina. "Tau darimana tu makhluk namanya Bagas?" tanya Rezka bingung. "Tu di topinya ada pita tulisannya 'Bagas' ... masa' ga liat? Kan nggak mungkin 'Bagas' itu nama ibunya" kata Yusifa. "Kalo dia emang bener manusia, kok jatuh dari langit?" tanya Medina, penasaran. "Mungkin si Bagas lagi naik pesawat, terus dia buka jendela, tau deh sengaja apa nggak, si pramugarinya dorong Bagas, awalnya dia masih megang (maksudnya nyangkut) di jendela pesawat, tapi abis itu dia jatuh deh" cerita Thara.
Thara bohongnya hebat banget! "Eh, Bagas, nih namanya Nadhira, panggil aja Thara. Nih namanya Yusifa, udah panggil apa aja boleh. Kalo yang ini Medina, panggil Medin aja. Yang ini Rezka Bella, panggil aja Rezka. Yang ini Nabila, panggil Nabila boleh, panggil Bela boleh" kata Thara menerangkan. "Ohh ... ya dah deh, balik dulu ya. Dah ..." dan dengan gak sopannya si Bagas langsung ngacir. "Eh, tunggu!" tiba-tiba dia balik lagi. "Rumah Pak Mamat dimana?" tanyanya.
"Mana ku tahu" jawab kami bersamaan karena kami emang nggak tahu dan nggak niat mau tahu siapa dan dimana Pak Mamat itu. "Kalo nggak salah sih rumah Pak Mamat di Tanggerang, ini dimana?" kata Bagas sambil memperlihatkan kertas lecek, mungkin peta. "Heh? Tanggerang? Ini mah di Jakarta Timur tau!" kataku. "Lha kok?" tiba-tiba mukanya Bagas jadi melas banget, ngalahin kemelasan muka si Ratu Ingus, Yuciep. "Udah ya, kita pulang dulu, daaah ..." kami berlima langsung pulang, meninggalkan makhluk yang mengaku manusia itu, Bagas.
---Esoknya---
TOK! TOK! TOK! Terdengar suara ketukan pintu. Rumahku hari ini sepi, tanpa keluargaku, tapi rame juga, soalnya aku mengundang keempat sahabatku main. Aku pun membukakan pintu dengan males. "Oi!" kata orang yang mengetuk tadi. Kayaknya pernah liat ni orang deh. Aku mengucek-ngucek mataku. "Eh, kamu makhluk aneh yang kemarin. Ngapain kau kesini? Rumah Pak Mamat kan di Tanggerang, bukan di daerah sini. Udah ya, daah ... " aku langsung siap-siap menutup pintu, tapi kemudian keempat sahabatku datang. "Bel, lho? Makhluk aneh yang kemarin kok kesini?" rupanya Yusifa dan tiga sahabatku yang lain masih inget pada makhluk yang kemarin jatuh dari langit itu.
"Heeh! Aku tuh punya nama, enak aja dari kemarin panggil 'makhluk nggak jelas'! Namaku tuh Bagas" protes Bagas. Ah, dia marah. Hahaha ...
"Tau kok. Orang tulisan 'Bagas'nya ada di pita topimu" jawabku santai. "Yuk masuk sahabat-sahabatku. Eh, si Bagas itu masuk juga? Udahlah, masuk aja kau!" akhirnya karena pusing aku mengajak si Bagas masuk ke rumahku. Aku menyediakan makanan untuk sahabat-sahabatku, termasuk untuk si Bagas itu juga. Aku kan anak baik ='=
"Hei ... bantuin aku dong, supaya balik ke Tanggerang!" pinta Bagas tiba-tiba. Aku, Thara, Yusifa, Rezka dan Medina melongo mendengar kata-kata Bagas.
"Gak ah, malesss ..." jawab Yusifa.
"Mana duitnya? Kan harus pake pesawat" jawab Rezka.
"Sana sendiri aja!" lanjut Medina.
"Gak boleh ma orangtuaku" kata Thara.
"Aku nggak kenal Pak Mamat" akhiriku.
"Intinya : KITA NGGAK MAU NGANTERIN KAMU BALIK KE TANGGERANG!" jawab kami berbarengan. Bagas yang gantian melongo. "Eh, kejem amat sih kalian berlima! Bantuin aku dong! Please ... please ... please ...!" mohon Bagas, ah ... mukanya melas lagi. "Hohoho~aku itu emng kejeeemmmm banget. Makanya, minta tolong aja gih ke Pak Presiden, biar kamu balik ke Tanggerang, terus ketemu sama Pak Mamat" usulku. "Emang Pak Mamat itu siapa kamu sih, Bagas?" tanya Medina.
Bagas berdehem, bersiap untuk bercerita panjang kali lebar. "Pak Mamat itu temen bapakku. Sekarang kan lagi liburan, makanya bapakku ngirim aku ke Tanggerang buat dititipin di rumah Pak Mamat selama seminggu, soalnya ayah-ibuku mau pergi ke Bandung selama seminggu. Nah, pas naik pesawat buat ke Tanggerang, aku nggak sengaja buka jendela, terus ada yang dorong aku, aku jatuh deh. Eeh ... malah jatuhnya di Jakarta Timur. Rumahku kan di Bekasi. Maka dari itu, aku harus ke Tanggerang buat ketemu sama Pak Mamat" ceritanya.
"Ooh ... gitu" tanggap Rezka. "Terus, kalian mau bantu aku kan, setelah denger ceritaku?" tanya Bagas dengan mata berbinar-binar. Dasar orang ge-er! "Gara-gara denger ceritamu, jadi nggak pengen bantu kamu" gumam Thara. "Abis, pake buka jendela segala ... "lanjut Yusifa. "Terus pake kedorong segala" kata Medina. "Yaah ... itu mah nasib kamu, Bagas" akhiriku.
"Intinya : KAMU JATUH KE JAKARTA TIMUR GARA-GARA NASIB!" kata kami berbarengan lagi. "Lha? Kok gitu?" Mas Narator bingung, lalu cepet-cepet ngambil naskah. "Kata-kata itu nggak ada di naskah, harusnya kalian mau ngebantuin Bagas" kata Mas Narator. "Gak ah, Mas. Kita bosen jadi orang baik" jawabku. "Eh, eh, Mas Narator, bantuin kek!" Bagas memohon-mohon. Mas Narator hanya mengangkat kedua bahu. "Biar deh, malah jadi cerita komedi gini. Yang penting, yang baca seneng."
---------------------------------------------The End----------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar